Huuuh...,
“Akhirnya pekerjaan kita selesai juga hari ini. Kalian hebat, Team!” seru Daffa, si ketua kelompok.
Yap. Pada setiap akhir bulan di salah satu kampus Ibukota selalu mengadakan bazar. Setiap kelompok memiliki barang usahanya masing-masing. Ada yang jual makanan, minuman, pakaian, serta barang bermanfaat lainnya. Salah satu kelompok ini menjual obat-obatan yang pastinya aman, bisa didapatkan di toko obat manapun, dan juga sudah terdaftar oleh badan pengawasan obat. Satu kelompok terdiri dari enam anggota. Satu orang sebagai ketua, satu sebagai wakil, empat sisanya anggota. Saat ini, kami merapihkan barang-barang kami.
“Hitung dulu obat-obatnya sesuai gak sama stok computer.” Titah Indra.
“Duh udah capek banget ini, nanti aja deh atau besok aja lagian besok masih kesini lagi satu hari lagi.” Jawab Alya yang sudah terlihat sangat lelah.
Jawaban Alya mendapat tanggapan setuju dari anggota lainnya.
“Iya besok aja, kita udah ngos-ngosan banget ini.”
Indra menghela nafas.
“Yaudah besok aja, gue juga cape sih sebenarnya.” Kata Indra seraya menunjukkan rentetan gigi putihnya.
***
Di dalam sudah ada Balqis dan Shaka. Mereka terlihat sibuk dengan gadgetnya. Tak lama muncul Alya dan Egi masuk ke ruangan. Sambil menunggu Indra dan Daffa mereka mengobrol seraya bercanda sekedar menghilangkan rasa bosan. Lima belas menit kemudian mereka berdua tiba. Namun Daffa izin tidak ikut menghitung stok obat sisa kemarin karena mau mengumpulkan tugas ke ruangan dosen.
Memakan waktu satu jam di ruangan itu mereka menghitung stok jumlah obat. Sekedar informasi, seusai acara tesebut barang-barang jualnya mereka simpan di ruangan tersendiri jadi hanya mereka berenam yang tahu dan paham posisi, jumlah dan lainnya yang berhubungan dengan bisnis mereka. Dan hasil bisnis mereka tidak sepenuhnya untuk mereka. Mereka berbagi kepada orang yang butuh.
“Gue keluar dulu ya mau cari makan. Kalian mau titip apa? Biar sekalian nih.” Tawar Balqis.
“Gue mau dong titip nasi padang.” Kata Alya sambal menyodorkan sejumlah uang.
“Gue juga dong.”
Daffa, Shaka, dan Egi ikut titip namun beda makanan sambil menyodorkan uang ke Balqis.
“Ayo gue temenin, Qis.” Kata Egi namun ditolak Balqis.
“Gausah Gi. Gue sendiri aja.”
Balqis keluar dari ruangan. Dirasa Balqis sudah pergi, Shaka mengeluarkan suara sambil memasang wajah serius membuat semua orang menoleh padanya.
“Gue mau cerita tapi kalian jangan bilang siapapun dulu. Gue mohon.”
“Ada apa emang?”
***
Flashback On –
Shaka memasuki ruangan tersebut, melihat Balqis seperti memasuki beberapa barang ke dalam tasnya yang tidak asing lagi bagi Shaka. Shaka tidak bersuara hanya menyaksikan aksi teman satu kelompoknya itu. Dirasa Balqis sudah usai dengan aksinya, Shaka memutar balikkan badannya bersembunyi dibalik pintu. Shaka melihat itu kaget bukan kepalang. Dia terus mengucap istighfar dalam hatinya takut dia salah lihat bahkan sampai berfikiran yang tidak-tidak pada Balqis. Apalagi dirinya teman satu kelompoknya yang sudah dipercaya bakal jaga Amanah bisnis ini yang mana mungkin bakal berkhianat pada kelompoknya sendiri.
Shaka merasa sudah tenang dia kembali memasuki ruangan itu dan menganggap ia tidak melihat kejadian itu. Mengucapkan salam dan berbasa-basi pada Balqis.
Flashback Off –
***
“Astagfirullah ! Gak mungkin Balqis kaya gitu. Dia baik banget ke kita.” Kata Indra yang sangat kaget dengan pernyataan Shaka.
“Iya gak mungkin dia kaya begitu. Kalau memang benar ngambil untuk apa juga? Itu obat mahal udah gitu sekarang lagi langka.” Elak Alya yang sama kagetnya.
“Gue juga kaget lihatnya.” Jawab Shaka.
“Ini sih gak bisa dibiarin. Harus lapor Daffa karena dia yang tangggungjawab ini semua. Dia lagi yang kena salah.” Ucap Indra. “Pantas saja obat itu selalu hilang bahkan di komputer selalu selisih jauh sama jumlah wujudnya.”
“Nah iya. Tapi kalo cuma ada bukti Shaka lihat langsung pakai mata kepala dia sendiri itu kurang cukup buat bukti, bisa aja nanti disangkanya Shaka mengada-ngada.” Kata Egi
Semua berdiam seraya memikirkan bagaimana kelanjutan di antara mereka. Alya menatap ke atas dan ide cemerlangnya seketika muncul.
“Di sini kan ada CCTV nah kita ke petugas CCTV nya lihat kejadian hari ini dan jam berapanya. Lihat benar-benar benar gak itu Balqis dan obat apa yang diambil.”
“Nah benar. Yaudah nanti sore gue lapor Daffa dulu baru ke petugas CCTV.” Usul Indra.
Semua menganggukkan kepalanya setuju. Kembali ke kesibukannya masing-masing dan muncul Balqis seraya menjinjing barang yang dititip teman-temannya. Dua jam sehabis itu suara Indra menginterupsi semua orang di situ.
“Yang hitung obat A tadi siapa ya?”
“Gue, Ndra.” Jawab Shaka. “Ada apa, Ndra?”
“Ko selisih banyak banget ya? Lo hitung bener gak sih?” Indra sedikit emosi karena barang tersebut selalu selisih banyak.
“Benar ko. Gue hitung sesuai yang ada jumlahnhya.” Jawab Shaka membela diri.
Balqis berdiri menghampiri Indra. “Mana sih?”
Indra menyodorkan kertas dan jarinya menunjukkan ke Balqis. “Tuh selisihnya banyak banget Qis. Bisa-bisa gue diomelin lagi Daffa.”
Indra terlihat sangat frustasi karena sudah yakin pasti bakal dimarahi Daffa walau sudah sering dengan masalah yang sama.
Balqis yang melihat itu hanya diam.
***
Dua hari kemudian, mereka—kecuali Daffa—berkumpul di ruangan itu. Tak lama handphone Balqis berdering, segera ia menekan warna hijau.
“Oke gue kesana.” Balqis mematikan panggilannya dan izin keluar. “Gue ke Daffa dulu ya.”
“Iya.”
Balqis terus berjalan menuju satu ruangan. Sampai di sana dia masuk mengucapkan salam, di sana terdapat Daffa dan Pak Sandy. Seorang kepala Yayasan di kampus mereka menimba ilmu. Balqis melihat itu kaget dan gugup mengapa dirinya dipanggil menghadap bapak kepala Yayasan. Balqis disuruh duduk di samping Daffa yang berhadapan dengan Pak Sandy. Lima menit semua terdiam hingga Pak Sandy mengeluarkan suara.
“Kamu atas nama Balqis Anggraini, betul?”
“Betul Pak.”
“Baik. Sebelumnya saya mau bertanya lebih dahulu, kegiatan kamu selama ini selain berkuliah di sini apa ya?”
“Membantu kegiatan kampus pak.”
“Kegiatan apa?”
“Kegiatan bazar setiap akhir bulan.”
“Lalu? Ada lagi?”
“Tidak ada.”
“Di sana kamu menjabat sebagai apa?”
“Anggota pak.”
“Satu kelompok dengan orang di samping kamu?”
“Iya pak.”
Pak Sandy memutarkan laptopnya menghadap Balqis dan Daffa. “Begini, saya dapat laporan dari salah satu teman kamu bahwa kamu membuat suatu kegaduhan. Di mana suatu kegaduhan tersebut terlihat jelas dalam rekaman CCTV. Bisa kamu lihat sendiri.”
Pak Sandy memulai rekaman video itu dan terlihat sangat jelas dalam video tersebut Balqis memasukkan beberapa barang berupa obat yang dua hari lalu dibahas dalam ruangan bersama teman-teman satu kelompoknya. Balqis menoleh ke arah Daffa. Dirinya menyangkal bahwa itu bukan dia.
“Itu bohong pak. Itu editan.”
“Edit dari mana? Udah jelas di CCTV itu lo yang di situ, lo yang ambil obat itu.” Daffa emosi menggebu-gebu.
“Emang lo lihat gue di situ? Lagian kalau memang saya yang ambil itu Pak, Alya dan Egi lihat saya ambil itu.” Balqis terus mengelak.
“Mana Alya dan Egi di situ? Lo kalo cari pembelaan yang logis dong. Ini udah sangat amat jelas rekaman CCTV dua hari lalu dan di situ hanya ada lo Balqis. Lo masih mau nyangkal apa lagi sih?” Daffa masih tersalut emosi.
“Sudah-sudah. Balqis, semua bukti sudah jelas dan sangat kuat. Mulai dari rekaman CCTV, orang yang melihat langsung kejadian tersebut, barang yang hilang.” Ucap Pak Sandy melerai. “Sekarang saya tanya, kamu mengambil itu untuk apa? Sedangkan kamu tahu sendiri obat itu obat yang sekarang dicari banyak orang yang sangat membutuhkan, dan kamu mengambil sebanyak itu.”
“Saya jual lagi ke orang lain.”
Jawaban Balqis membuat dua orang lainnya beristighfar.
“Kejadian ini bisa membuat kamu di drop out. Sedangkan kamu sekarang sudah di semester tujuh.”
“Loh gak bisa begitu dong Pak. Masa depan saya bagaimana kalau saya di drop out?”
“Kenapa masih bisa berfikir bagaimana masa depan kamu? Lalu kamu gak fikir itu barang kampus dan banyak dicari orang luar sana?” ucapan Pak Sandy membuat Balqis terdiam lagi. “Baik sekarang saya kasih pilihan ke kamu, saya drop out kamu, atau saya pindahkan kamu ke kampus lain namun mengulang dari semester satu?”
Lagi-lagi Balqis terdiam.
“Saya kasih kamu waktu tiga hari. Saya juga bakal panggil orangtua kamu untuk menyelesaikan persoalan ini. Silahkan kalian keluar dari ruangan saya.”
Balqis dan Daffa keluar. Sepanjang jalan menuju ruangan mereka hanya diam. Fikiran mereka terus berkalut. Sampai depan pintu ruangan mereka masuk. Tanpa basa-basi Balqis bertanya ke semua orang sambil emosi.
“Siapa yang ngadu kalo gue ambil obat?”
Indra berdiri sambil menjawab. “Gue. Kenapa? Panas?”
“Ngapain sih lo segala ngadu? Gue jadi diancam bakal di drop out.”
“Emang harus begitu lah. Kelakuan lo sendiri yang jalanin, lo juga yang harus kena hukumannya.”
***
Flashback On –
Sore hari dua hari lalu,
Indra mencari keberadaan Daffa yang tak lama berhasil berjumpa di perpustakaan. Indra menceritakan jelas semua kejadian yang diperoleh dari Shaka. Daffa mendengar itu kaget dan emosi karena itu tanggungjawab dirinya. Indra mengusul Daffa untuk mendatangi petugas CCTV kampus untuk melihat jelas kejadian di hari itu. Daffa setuju segera mereka ke ruangan CCTV yang sebelumnya barang-barang Daffa dirapihkan terlebih dahulu.
Mereka masuk ke ruangan CCTV terdapat empat orang petugas. Mereka meminta melihat kejadian beberapa jam lalu di ruangan mereka. Dalam rekaman video tersebut terlihat jelas seorang perempuan yang sangat dikenal oleh Indra dan Daffa, mulai dari wajah bahkan pakaian yang dipakai pelaku di hari itu. Daffa meminta video tersebut jangan sampai hilang ke petugas CCTV.
Daffa menenangkan Indra yang terlihat sudah gemetar karena takut dan lelah. Daffa menyuruh Indra Kembali ke ruangan membiarkan dirinya saja menyelesaikan masalah ini. Daffa buru-buru ke ruangan kepala Yayasan untuk memberi tahu atas kejadian ini kepada bapak kepala Yayasan. Beruntung sekali kepala Yayasan masih di lingkungan kampus. Daffa meminta Pak Sandy mengikuti dirinya ke ruang CCTV untungnya Pak Sandy mau mengikutinya.
Sampai di sana mereka melihat detail bahkan video tersebut diputar berulang kali untuk memastikan bahwa informasi yang diberi Daffa memang benar adanya. Seraya video tersebut diputar Daffa sambil menjelaskan kronologinya. Pak Sandy melihat itu meminta file video tersebut ke flashdisk miliknya yang sudah ia simpan dalam saku baju untuk memindahkannya pada laptop pribadinya.
Daffa dan Pak Sandy keluar dari ruang CCTV. Pak Sandy meminta daffa memanggil salah satu temannya yang menyaksikan langsung kejadian tersebut. Daffa segera menelfon Shaka untuk mendatangi mereka. Tak butuh waktu lama, Shaka tiba dan menjelaskan kronologi kejadian tersebut ke Daffa dan Pak Sandy. Pak Sandy yang sudah memiliki bukti sangat kuat akan hal itu ia meminta hal ini jangan disebar ke mahasiswa lainnya termasuk pelaku.
Keesokan harinya, Pak Sandy memanggil dosen yang mengurus perkuliahan mereka berenam dan ketua panitia kegiatan untuk membahas kejadian tersebut. Pak Sandy menjelaskan serta menampilkan bukti rekaman video CCTV pada kedua orang penting tersebut. Dirasa semua sudah dipertimbangkan, keputusan akhir mereka sudah final. Pelaku harus dikeluarkan dari kampus, atau diusir paksa ke kampus lain namun harus mengulang dari semester awal.
Flashback Off –
***
“Sekarang keputusan di tangan lo, Qis. Lo drop out atau pindah paksa ke kampus lain tapi ngulang dari semester awal.” Ucap Daffa yang sedari tadi hanya menyimak.
“Yah kalau pindah ke kampus lain walau ngulang dari semester awal juga gak bakal kapok, Daf. Yakin gue dia pasti bakal ngulangin lagi.” Alya makin memperpanas suasana di sana.
Balqis mendengar itu emosi, mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruangan.
“Kan, malah kabur.”
Terlihat jelas wajah semua orang di sana sangat kecewa atas kejadian ini, terutama pada pelaku. Satu minggu seusai kejadian tersebut, Balqis resmi di drop out tanpa dipindahkan ke kampus lain karena pihak kampus yakin meskipun dipindahkan secara paksa takut kejadian tersebut terulang kembali di tempat lain. Pihak keluarga sangat meminta maaf kepada pihak kampus dan mengganti kerugian kampus. Namun pihak kampus tidak menerima kerugian tersebut hanya ingin kejadian tersebut dijadikan pembelajaran untuk Balqis. Hanya menerima permintaan maaf dari keluarga Balqis.
Bersambung..,

